Historia : IN MEMORIAM GUGURNYA ANDI CAMMI (26 Agustus 1946)
Oleh Andi Damis
Andi Cammi atau
biasa disebut dengan nama perjuangan Hamidong, dilahirkan pada Tahun
1923 di Carawali yang letaknya sekitar 7 Km sebelah Selatan Barat Daya Kota Rappang dan kurang lebih 10 Km sebelah
Utara Kota Pangkajene Ibu Kota Kabupaten Sidenteng Rappang. Pada waktu itu Kerajaan Rappang dipimpin oleh seorang Ratu bergelar Arung Rappeng bernama I Tenri atau lebih dikenal dengan sebutan Petta Rappeng I Tenri.
Andi Cammi merupakan anak kedua
dari pasangan, Ibu bernama Andi Si’da dengan Ayah bernama Kapitan Muhammad Djafar.
Ibu Andi Cammi, yaitu Andi Si’da
adalah putri dari Arungnge La Danto
(saudara kandung Arungnge Sikati atau permaisuri Addatuang Sidenreng XII La
Sadapotto yang juga sepupu duakalinya). Sedangkan ayahnya, yaitu Kapitan
Muhammad Djafar adalah keturunan bangsawan bugis dari Kerajaan Pasir di
Kalimantan Timur, yang memiliki pertalian asal-usul dengan Kerajaan Kutai
Kartanegara.
Kakak sulung Andi Cammi bernama Andi Nohong yang senantiasa bertindak selaku benteng perjuangan Andi Cammi, sedangkan adik bungsunya bernama Andi Hasanah adalah isteri dari Andi Sadaliah Sultan yang menciptakan Lambang Kabupaten Sidenreng Rappang.
Dibesarkan dalam lingkungan
keluarga yang taat beragama dan sarat nilai-nilai perlawanan terhadap penjajah,
telah membentuk pribadi Andi Cammi yang anti terhadap penindasan dan berpihak
pada kebebasan serta kemerdekaan. Pada dirinya terpadu potensi kepemimpinan dan
semangat perjuangan yang membara untuk membebaskan rakyat dari penjajahan
bangsa lain.
Dalam usia 15 tahun, pada tahun
1938 Andi Cammi kawin dengan sepupu satukalinya bernama Andi Habibah putri dari pamannya bernama Andi Lebbi
(saudara kandung Andi Si’da), dan dikaruniai 3 anak yaitu; Andi Abdul Muin atau
akrab disapa Andi Baso, Andi Nurhayati dan Andi Nurhani. Kemudian pada tahun
1943 mengawini sepupu duakalinya bernama Andi Daleng cucu dari Arungnge La
Kallado (saudara kandung Arungnge La Danto dan Arungnge Sikati) dan dikaruniai satu
anak laki-laki bernama Andi Noni. Selanjutnya diceritakan bila Andi Daleng
inilah yang acap kali keluar masuk hutan menyertai Andi Cammi dalam
perjuangannya.
Andi Daleng lalu menceritakan
tentang sosok Andi Cammi yang disebutnya amat pendiam dan hanya bicara
seperlunya saja. Hari-hari dilewati dengan kegelisahan atas sepakterjang
penjajah yang menurutnya tidak manusiawi. Dalam diamnya kelihatan ia selalu berfikir untuk melawan penjajahan.
H.Oesman Balo juga menceritakan kepribadian Andi Cammi yang sangat pendiam dan penuh wibawah. “Beliau sosok pemimpin yang kharismatik dan amat pendiam. Bicaranya singkat dan tegas. Kalau kita lagi istirahat biasanya beliau hanya bertanya, “Oesman..!” saya menyahut “Iye puang”, “Lagi berapa peluru dipistolmu ??” tanya beliau, “Masih ada dua puang.” Jawab saya, “Kamu harus membunuh dua musuh”, perintah beliau”, dan saya membuktikan dengan berusaha membunuh dua musuh atau tentara Nica”, kenang Oesman Balo.
Kepada kakak kandungnya yang bernama Andi Nohong, sering Andi Cammi mencurahkan kegelisahannya terhadap penjajahan, dan mengajak kakaknya melakukan perlawanan kepada “orang asing” tersebut. Karena pendudukan Jepang hanya memperparah derita rakyat, setelah diderah derita panjang akibat penjajahan Belanda. Keluar dari mulut harimau masuk dalam mulut buaya.
Adapun langkah pertama yang dilakukan kedua kakak beradik yang memang mengalir darah pemberani pada dirinya ini, adalah melakukan penggalangan kepada para pemuda seusianya, tidak hanya di Carawali tapi juga di kampung sekitarnya.
Pada waktu itu Andi Cammi dimagangkan di Kantor Distrik Benteng sebagai
konsekwensi kerumahtanggaan atas keberadaan isteri dan anak, sehingga tugas
penggalangan ini lebih banyak dilakoni Andi Nohong dengan melebarkan pengaruh
sampai ke Sidenreng dan Tanrutedong.
Oleh karena kesabaran,
kejujuran, ketekunan dan kedisiplinannya, maka hanya berkisar satu tahun
magang, Andi Cammi lalu diangkat selaku Juru Tulis Landrete di Tanru Tedong
Distrik Pitu Riawa.
Karakter kepemimpinan Andi Cammi
nampak mulai kelihatan dan tersalurkan
di Distrik Tanru Tedong ini, sehingga pada waktu Jepang melancarkan Perang Asia
Timur Raya termasuk Indonesia, maka Pasukan Angkatan Darat Jepang mengangkat
Andi Cammi sebagai Pegawai NKK (Nangyoo Kabushiki Kaisha) di Tanru Tedong.
Karena prestasi kerjanya
ternilai baik dan dapat dipercaya, maka Andi Cammi dipromosikan menjadi Kepala
Staf NKK di Rappang Ibukota Kewedanan
Sidenreng Rappang. Selanjutnya pada awal tahun 1945, Andi Cammi dimutasi ke
Barru dan berkarier sampai Jepang menyerah
tanpa syarat pada sekutu 14 Agustus 1945 dan datangnya tentara sekutu
membonceng tentara NICA.
Tentara NICA (Nederlandsch Indie Civil Administratie atau
Netherlands-Indies Civil Administration) merupakan Pemerintahan Sipil Hindia
Belanda yang menjadi organisasi semi militer yang dibentuk 3 April 1944 di
Australia dan bertugas mengembalikan pemerintahan sipil dan hukum pemerintah kolonial
Hindia
Belanda,
selepas penaklukan pasukan pendudukan Jepang di seluruh wilayah Hindia Belanda (Indonesia)
seusai perang dunia II (1939 – 1945), yang mengakibatkan dijatuhkannya bom atom
di Kota Herosima (6 Agustus 1945) dan Kota Nagasaki (8 Agustus 1945). Sehingga
Jepang
menyerah tanpa syarat.
Kedatangan sekutu ke Indonesia memang semula mendapatkan sambutan baik
dari rakyat Indonesia, sebagaimana sambutan mereka saat mula kedatangan Tentara
Jepang. Namun begitu diketahui sekutu membonceng tentara Belanda berkedok Nica,
rakyat mulai curiga bahkan akhirnya bermusuhan setelah tentara Nica justru
mempersenjatai kembali bekas anggota KNIL (Koninklijk Nederlands Indies Leger)
yang telah dibebaskan tentara Jepang, untuk menegakkan kembali kekuasaannya.
Episode kekalahan Jepang dari
sekutu dengan munculnya Tentara NICA yang semakin menambah luka derita rakyat di
wilayah Sidenreng Rappang inilah menjadi titik-balik perjuangan Andi Cammi.
Memantapkan jiwa dan menetapkan sikap untuk secara prontal mengangkat senjata
melawan penjajah. Hanya dengan satu tekad yang terbungkus niat suci, membebaskan
rakyat dari segala bentuk penindasan dan perlakuan tidak manusiawi.
Alhasil perlawananpun dilakukan Andi Cammi dengan mengerahkan secara total anggota Kelasyakaran Ganggawa yang dipimpinnya. Dan salah satu bentuk perlawanan yang begitu heroik dan prontal serta membuat Tentara Nica kalang kabut, adalah serangan bambu runcing pada tangsi Belanda di Rappang (lokasi SMK 2 Sidrap sekarang).
Dan diceritakan bila setelah mendapat serangan Bambu Runcing tiga malam berturut-turut pada tanggal 10-13 Juli 1946,
membuat tentara Nica meningkatkan penjagaan serta memperketat pengamanan ibukota
khususnya di malam hari, bahkan melakukan serangan balik diberbagai tempat di sekitar
Kota Rappang, sehingga terjadi pertempuran ditempat tersebut. Suasana Kota
Rappang pun menjadi tegang, sepi dan mengharukan. Serangan Bambu Runcing
tersebut merupakan pukulan telat bagi tentrara Nica, apalagi mendapat dukungan
dari rakyat. Oleh karena itu untuk mencegah menguatnya rasa simpati masyarakat
kepada organisasi kelaskaran
BP.Ganggawa, maka kembali pihak Belanda melancarkan politik devide et envera yaitu taktik memecah
belah atau strategi menyebar kebencian atau hoax dengan cara memperalat beberapa orang pribumi untuk
berpura-pura alias menyamar sebagai anggota BP. Ganggawa guna melakukan perampokan pada rumah-rumah
penduduk.
Kemudian setelah maraknya
terjadi perampokan yang sudah meresahkan
masyarakat, tentara Nica lalu menyebarkan isu lagi bahwa perampokan itu adalah perbuatan para anggota BP. Ganggawa
yang dipimpin Andi Cammi. Akibatnya, sebagian anggota masyarakat dapat termakan hoax atau terpropokasi
isu tersebut dan tidak lagi bersimpatik kepada perjuangan BP. Ganggawa, bahkan memusuhinya.
Akan tetapi Andi Cammi cukup
tanggap membaca politik memecah belah yang dilancarkan Belanda, oleh sebab itu
segera mempercayakan Oesman Balo secara khusus menumpas para penyamar atau
perampok suruhan Belanda tersebut. Operasi perbersihanpun dilaksanakan Oesman
Balo tanpa pandang bulu, demi menyelamatkan nama baik BP.Ganggawa, sekaligus
membebaskan rakyat dari incaran para perampok yang merampas paksa harta-benda
mereka. Akibatnya kondisi perjuangan Ganggawa semakin dinamis dan dilematis,
karena harus berhadapan dengan dua musuh sekaligus yaitu musuh terang-terangan
yakni tentara Nica dan musuh dalam selimut yakni keluarga sendiri yang
diperalat oleh Belanda.
Sementara Oesman
Balo melakukan pembersihan perampok berkedok anggota pasukan BP. Ganggawa,
Andi Cammi tetap aktif berkeliling melakukan konsolidasi pasukan di
kampung-kampung sekitar Kota Rappang dan di daerah tetangga. Hingga dalam suatu
kesempatan sore hari pada tanggal 26 Agustus 1945 bertepatapan bulan Ramadhan
1365 H. Andi Cammi dengan beberapa
anggota pasukannya menyinggahi rumahnya di Kampung Carawali guna menemui isterinya (Andi Habibah) dan
anak-anaknya, sekaligus bermaksud berbuka puasa bersama, apalagi menjelang 2 hari
lagi Lebaran Idul Fitri.
Namun belum juga terdengar beduq Magrib sebagai pertanda waktu berbuka, tiba-tiba Andi Cammi mendapat serangan dengan berondongan peluru dari tentara Nica, yang memang segera bergerak cepat dari Kota Rappang menuju Kampung Carawali, --setelah mendapat laporan dari mata-mata mengenai keberadaan Andi Cammi di Carawali sore itu--. Spontan Andi Cammi dan anggotanya merebut senjata dan melakukan perlawanan, sehingga tembak-menembakpun menjadi santapan buka puasa. Oleh karena serangan begitu tidak terduga, dan tidak didukung persenjataan yang berimbang, ditambah lagi posisi rumah yang sudah terkepung, akhirnya Andi Cammi dapat terkena peluruh dibagian pahanya. Sedangkan Andi Makkulau, Baco Mustika, La Maloga dan La Majjappareng gugur di tempat setelah mendapat hujanan peluruh tentara Nica.
Foto ilustrasi penyerangan
Andi Cammi
Dalam keadaan terluka parah dan
kehabisan peluru, Andi Cammi masih berusaha melawan dengan sisa-sisa
kekuatannya, walaupun harus melompat dari atas rumah guna mengambil posisi
bertahan di pematang sawah. Sebilah badik di tangan tak lagi mampu
menyelamatkan Andi Cammi dari serangan membabibuta tentara Nica yang begitu
bernapsu ingin melenyapkan Hamidong, sebagai tokoh sentral perlawanan
BP.Ganggawa, dari muka bumi ini.
Dengan posisi sangat terjepit
dan terkepung, tentara Nica semakin medekati posisi Andi Cammi dengan
berondongan peluru yang mengganas. Lalu
setelah jarak mereka dengan Andi Cammi tinggal beberapa langkah, merekapun
memuntahkan peluruh tepat mengenai kepala Andi Cammi, maka Gugurlah
Sang Pembela Proklamasi, Patriot Bangsa.
Belum puas hanya membunuh Andi
Cammi, mayat Pimpinan BP. Ganggawa inipun diseret kemudian diangkut ke Kota Rappang lalu ditancapkan
pada tumpukan drum (di persimpangan Jalan Muhammadiyah dan Jalan Masjid Raya dalam Kota Rappang, sekarang ini) untuk dipersaksikan
kepada masyarakat yang tengah merayakan Hari Lebaran, jikalau Sang Pejuang dan
Pembela Kemerdekaan Indonesia yang gagah berani telah gugur.
Foto islutrasi penyeretan mayat Andi Cammi
Selain gugurnya Andi Cammi dan
kelima pengikutnya, juga tertangkap La Munta (Muchtar) namun sempat meloloskan
diri. Sedangkan anggota pasukan lainnya seperti Oesman Balo, Andi Mannaungi,
Abidin Pido, M.Yasin selamat dari serangan itu karena kebetulan masih dalam
perjalanan menuju Kampung Carawali menyusul Andi Cammi. Tapi betapa sakit hati mereka setelah mengetahui kalau
Pimpinan mereka sudah meninggal karena serangan mendadak tentara Nica dan
mayatnya di bawah pergi ke Kota Rappang.
Berita kematian Andi Cammi menggemparkan
Kota Rappang dan sekitarnya.
Pertempuran Carawali inipun memiluhkan hati segenap anggota Kelaskaran
BP.Ganggwa. Namun bukan berarti semangat perjuangan menjadi padam, justru malah
memberikan efek kemarahan dan kebencian kepada
penjajah Belanda yang semakin membara, serta memicu semangat juang yang bergelora, sehingga
perlawanan pun kian digencarkan.
Untuk mengisi kekosongan pucuk pimpinan kelaskaran BP.Ganggawa sepeninggal Andi Cammi, maka para pengurus dan anggota perjuangan BP.Ganggawa menyepakati meminta kesediaan Andi Nohong yang menggantikannya. Namun karena luka parah yang diderita kakak kandung Andi Cammi tersebut akibat pertempuran Lakessi (lokasi Monumen Ganggawa Pangkajene Sidrap atau Panker, sekarang) belum sembuh, maka untuk menggantikannya sementara waktu, Andi Nohong menunjuk dan mempercayakan Oesman Balo mengendalikan kepemimpinan kelaskaran BP.Ganggawa.
(Andi Damis, dari berbagai sumber)
Cerita selengkapnya silahkan baca Bukunya ;
Komentar
Posting Komentar